Jeratan hukum bagi pembuat dan penyebar berita bohong.

 


Belakangan ini santer terdengar berita tertangkapnya babi ngepet di sawangan depok, namun usut punya usut hal tersebut hanyalah rekayasa semata. Kejadian penangkapan babi yang menghebohkan warga ini ternyata hanya sebuah settingan yang diduga dilakukan oleh oknum ustadz berinisial AI. berdasarkan penuturan Kapolres Metro Depok babi yang di tangkap ini di beli AI melalui forum jual beli di facebook sebesar Rp. 900.000 dan ongkos kirim sebesar Rp. 200.000. Kapolres Metro Depok juga metuturkan bahwa maksud dari oknum ini adalah untuk menjadi terkenal dan agar pengikut majlis taklimnya bertambah.

Dari sudut pandang hukum pelaku dapat dijerat dengan pasal 14 ayat 1 dan atau ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 yang berbunyi:

"1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun. (2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun."

Nah maka dari itu, ngga usah aneh - aneh ya sob, jaman udah maju kaya gini masi percaya dengan tahayul dan menyebarkan berita bohong, mari lebih bijak dalam bermasyarakat, jangan asal kepingin viral aja tapi tidak memikirkan dampak kedepannya.

Pertanyaan Hukum

Pertanyaan Hukum


Dalam praktek persidangan kerap timbul permasalahan. Bagaimana jika terdakwa dan penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan, maka sejak kapankah putusan itu berkekuatan hukum tetap?.


Manakala terdakwa dan penuntut umum menerima, tetapi selanjutnya penuntut umum mencabut pernyataan penerimaan putusan yang masih dalam tenggang waktu untuk mengajukan banding, apakah hal ini dapat dimunginkan?


Jika penuntut umum dan terdakwa terlambat mengajukan banding ke kepaniteraan, apakah masih bisa diterima permohonan banding tersebut?


Jika penuntut umum dan terdakwa tidak bisa datang ke kepaniteraan pengadilan negeri karena suatu hal, dan permohonan tersebut dilakukan melalui lisan dengan menggunakan perangkat elektronik (telepon/handphone)?


Jawaban 

           Permasalahan teknis seperti hal tersebut di atas kerap muncul dalam praktek keseharian di pengadilan, yang mana hal teknis tersebut dianggap sepele dan sederhana tetapi dapat menimbulkan akibat hukum yang tidak sepele/sederhana.
           
           Upaya hukum biasa berupa banding adalah hak dari terdakwa atau penuntut umum terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat. (vide Pasal 67 KUHAP)

           Norma/kaidah tentang tata cara pengajuan banding terkandung pada Pasal 233 sampai dengan Pasal 237 KUHAP. Norma/kaidah yang terkandung pada pasal-pasal tersebut adalah berupa:

A. Subyek Hukum
             Untuk permintaan banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi hanya dapat
     dilakukan oleh terdakwea atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum.

B. Tenggang Waktu Pengajuan Banding
             Kepaniteraan Pengadilan Negeri hanya menerima permintaan banding dalam waktu
     tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada
     terdakwa yang tidak hadir. Apabila tenggang waktu tujuh hari telah lewat tanpa diajukan
     permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka terdakwa atau penuntut umum
     dianggap menerima putusan.

C. Bukti Permintaan Banding
             Kepaniteraan Pengadilan Negeri membuat sebuah surat keterangan yang
     ditandatangani oleh panitera dan oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada
     pemohon yang bersangkutan.
             Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal tersebut harus dicatat oleh
     panitera dengan disertai alasannya dan catatan itu harus dilampirkan dalam berkas 
     perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana. Panitera Pengadilan Negeri wajib 
     memberitahukan permintaan banding dari satu pihak yang satu kepada pihak yang lain.
             Jika telah lewat tujuh hari waktu untuk pengajuan banding tanpa ada yang 
     mengajukan permintaan banding, maka penuntut umum atau terdakwa dianggap 
     menerima putusan, yang hal ini oleh panitera mencatat dan membuat akta mengenai 
     hal tersebut dan melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

D. Mencabut Permintaan Banding
             Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding 
     dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam 
     perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.
             Tetapi apabila perkara telah diperiksa dan belum diputus, sedangkan pemohon 
     banding mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya 
     perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutan 
     permintaan bandingnya.

E. Pengiriman Berkas Banding
             Pemohon banding diberikan kesempatan untuk mempelajari berkas perkara di 
     Pengadilan Negeri selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara tersebut ke 
     Pengadilan Tinggi. Pemohon banding wajib diberikan kesempatan untuk meneliti 
     keaslian berkas perkaranya yang ada di Pengadilan Tinggi. Dari norma/kaidah tersebut 
     di atas, maka dapatlah digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut di muka 
     penulisan ini.

Cara menyelesaikan sengketa melalui abritase


Cara menyelesaikan sengketa melalui abritase apabila salah satu pihak meninggal dunia


Apabila dalam suatu kasus pihak A dan pihak B telah menyetujui bahwa jika terjadi sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase. Pada dasarnya hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

“Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.”

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
  
Perlu Anda pahami bahwa persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Pihak A dan pihak B telah sepakat agar penyelesaian sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase. Jika timbul situasi sengketa dikemudian hari, maka arbiter berwenang menenetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.

Arbiter berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 30/1999 didefinisikan sebagai berikut:

“Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.”

Namun sebelumnya jika terjadi sengketa, Anda sebagai pemohon dapat memberitahukan dengan surat tercatat, telegram,  faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.

Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase memuat dengan jelas:
  1. Nama dan alamat para pihak;
  2. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
  3. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
  4. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
  5. Cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
  6. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.


Dalam kasus ini, ketika A meninggal dunia, Anda sebagai pewaris tetap bisa menggunakan arbitrase sebagai jalur penyelesaian sengketa terhadap B dengan dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU 30/1999 berikut:

Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan di bawah ini:
  1. Meninggalnya salah satu pihak;
  2. Bangkrutnya salah satu pihak;
  3. Novasi;
  4. Insolvensi salah satu pihak;
  5. Pewarisan;
  6. Berlakunya syarat2 hapusnya perikatan pokok;
  7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb; atau
  8. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.


Dari alasan ini berarti Anda tetap berhak untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak B melalui arbitrase.

Bagaimana dengan B yang tetap ingin menggunakan jalur Pengadilan Negeri? Hal tersebut nyatanya ditiadakan oleh Pasal 11 ayat (1) UU 30/1999 yang berbunyi sebagai berikut:

“Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.”

Sehingga Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam UU 30/1999.

Langkah Mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan  Ke BANI



Permohonan pembatalan putusan arbitrase merupakan hal yang umum diajukan oleh pihak yang kalah dalam perkara arbitrase. Dalam beberapa perkara, hal ini dilakukan untuk menunda pelaksanaan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut. Tentunya permohonan pembatalan putusan tersebut harus

Penyelesaian Hak Asuh Anak


Jumlah kasus perceraian di Indonesia selalu menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Alasannya pun beragam, mulai dari ketidak harmonisan, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),

Penyelesaian Sengketa Merek

Definisi Merek


Menurut American Marketing Association (Kotler, 2000 : 460) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol,

Perceraian

Pengertian Perceraian


Perceraian adalah berakhirnya pernikahan antara suami dan istri. Suami atau istri dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan